Pagi yang cerah dan sangat
tenang, sinar matahari yang hangat perlahan masuk melalui jendela dapur. Disana
seorang wanita setengah baya sibuk memotong sayuran diiringi musik klasik yang
diputar dari piringan hitam model lama. Sesekali pandangannya beralih keluar
jendela dimana suami dan anaknya memberi makan ternak mereka. Ia tersenyum
bahagia seakan-akan penantian mereka selama berpuluh-puluh tahun akan seorang
anak sama sekali tidak sebanding dengan kebahagiaan mereka bahwa hari demi hari
yang mereka lewati bersama yang penuh dengan kebahagiaan dan kedamaian.
Tampaknya Tuhan sangat adil pada mereka, mereka selalu berbuat baik, saleh,
polos dan hidup penuh dengan kesederhanaan sehingga mereka dianugrahi seorang
putra yang sama baiknya dengan mereka. Tiba-tiba wanita itu tersentak mendengar
suara siulan dari teko air yang mendidih. Dia segera mematikan apinya dan
membuat kopi untuk suaminya. Masakannya juga telah selesai, tubuhnya yang sudah
tua dengan lincah mengangkat masakannya dan ditata rapi di piring.
“Justin, suamiku, sudah cukup
kerjanya! Makanlah dulu.” Wanita itu
memanggil. “Baiklah Bu!” sahut Justin anaknya, ia dan ayahnya segera
membereskan ember-ember tempat pakan ternak dan segera bergegas kembali ke
rumah untuk sarapan. Beberapa saat kemudian wanita itu mendengar suara ketukan
pintu diluar rumah, ia segera membenahi diri dan membukakan pintu. Ternyata dua
orang pria berseragam tentara mendatangi mereka. Wanita itu sangat heran karena
mereka tidak punya kenalan dari kalangan militer. “Selamat pagi Nyonya, kami
disini untuk meminta bantuan dari masyarakat.”Kata seorang prajurit. “Silakan
masuk dulu tuan-tuan, kita bicara di dalam.” Kata wanita tersebut. Kedua
prajurit tersebut saling berpandangan dan kemudian menerima ajakan wanita tersebut.
“Kalian ingin kopi atau teh?” tanyanya. “Tidak usah repot-repot Nyonya,
sebenarnya kami sedang terburu-buru,” kata seorang dari mereka. “Baiklah.” Kata
wanita itu sedikit gugup. “Sebenarnya kami disini untuk meminta bantuan dari
masyarakat karena kami kekurangan personil.” Kata prajurit tersebut. “Saya
tidak mengerti maksudnya. Tentu kami akan membantu tapi apa yang bisa kami
bantu?” tanya wanita tersebut. “Kami ingin mengajak putra anda untuk menjadi
prajurit.” Kata prajurit tersebut. “Mungkin ini berat bagi Nyonya tapi negara
saat ini sangat membutuhkan dukungan dari masyarakat.” Kata prajurit satunya.
Wanita itu terdiam sejenak, ia merasa sangat binggung. Bagaimana ia bisa
menyerahkan putra tunggalnya untuk berperang? Tapi bagaimanapun juga Tuhan telah
memberikan kesempatan bagi mereka untuk menjadi orang tua bagaimana ia bisa
menjadi sangat egois?